oleh: I Putu Artawan,S.Pd
Saya adalah seorang pendidik yang percaya bahwa
pendidikan bagi siswa adalah membuat siswa menjadi pintar dan berakhlak baik. Selain
itu saya juga percaya untuk mencapai hal tersebut tentu siswa saya harus berkembang
bersama dan seragam. Namun persepsi saya tentang pendidikan seperti itu nampaknya
keliru setelah saya membaca dan memahami pemikiran Ki Hajar Dewantara. Berikut
saya sampaikan inti-inti dari pemikiran beliau.
Ki Hajar Dewantara tentu sebuah nama yang tidak
asing bagi anda. Beliau merupakan bapak pendidikan di Indonesia. Banyak pemikiran-pemikiran
beliau yang merefolusi pendidikan yang ada di Indonesia baik masa lampau maupun
masa kini. Pada zaman kolonial pendidikan hanya diberikan pada anak-anak
pejabat atau bangsawan dan juga buruh yang akan membantu para penjajah.
Pemberian pendidikan pun hanya sekedar untuk bisa baca, tulis, dan hitung. Hal
ini membuat Ki Hajar Dewantara merasa perihatan maka beliaupun memutuskan
membuka sekolah yang ditujukan bagi semua kalangan dengan nama “Taman Siswa”.
Beliau pula menciptakan pemikiran-pemikiran hebat tentang kosep pendidikan di
Indonesia, salah satu pemikiran beliau tentang pendidikan yaitu “Pendidikan
merupakan tuntutan segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat
mencapai keselamatan dan kebahagian yang setinggi-tingginya baik sebagai
manusia maupun anggota masyarakat”. Beliau menggap bahwa tujuan utama
pendidikan tidak lagi sekedar bisa baca, tulis, den berhitung tetapi lebih
dalam lagi untuk menghantarkan pada keselamat murid dalam mencapai
kebahagiaanya.
Konsep menuntun yang di sampaikan oleh Ki Hajar
Dewantara dapat dilaksanakan melalui tiga cara yaitu Ing Ngarso Sung Toludo,
Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani. Ketiga konsep ini merupakan
tuntunan wajib yang harus dilakukan oleh seorang pendidik. “Ing Ngarso Sung
Toludo “ artinya dari depan memberikan suri teladan atau contoh yang baik,
sebagai pendidik tentunya harus menjadi garda depan dalam menjadi contoh yang
patut ditiru maupun diguguh oleh siswa. Pendidik tidak hanya menyampaikan teori
saja tapi harus memperaktikan apa yang patut dicontoh oleh anak didiknya. Yang
Kedua Ing Madyo Mangun Karso artinya ditengah-tengah membangun kemauan atau
selalu ada, jadi sebagai pendidik harus selalu berada di tengah-tengah siswa
untuk membantu mereka, mendengarkan, dan memfasilitasi mereka dalam mengembangkan
potensinya. Terakhir seorang pendidik harus menuntut dengan “Tut Wuri Handayani”
atau dari belakang memberikan dorongan. Pemberian dorongan ini untuk membuat
siswa bersemangat dan termotivasi untuk mengembangan potensi sesuai kodrat yang
dimilikinya.
Kodrat anak tidak lepas dari dua hal yaitu
keinginan untuk merdeka dan senang bermain. Keinginan untuk merdeka yaitu
kemauan anak untuk memilih dan menentukan arah hidupnya sendiri. . Sementara
kodrat anak senang bermain merupakan hal yang alamiah karena melalui kegiatan
bermain banyak perilaku yang di dapat oleh siswa dalam membentuk
karakternya. Kedua hal ini sejalan
dengan teori tabularasa bahwa anak bukanlah kertas putih kosong yang wajib diisi
oleh pendidik melainkan anak adalah kertas putih yang sudah berisi tulisan
buram yang wajib ditebalkan oleh pendidik menurut lakunya. Selain itu pendidik
juga wajib menuntun anak sesuai dengan kodrat alamnya dan kodrat zamannya. Menuntun
kodrat alamnya artinya memberikan tuntunan sesuai dengan tempat tinggal siswa
berasal hal ini untuk mempermudah siswa memahami sesuai karena dekat dengan
mereka selain itu juga dapat membuat siswa menemukenali nilai-nilai luhur
budayanya. Sementara untuk kodrat zaman berkaitan dengan menuntun siswa sesuai
perkembangan zaman baik dari segi IPTEK (Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan
Komunikasi). Hal ini perlu dilakukan untuk mempersiapkan siswa dalam menghadapi
era globalisasi tanpa melupakan identitas dirinya.
Ki Hajar Dewantara pun menganalogikan pemberian
tuntunan sesuai kodrat ini oleh pendidik seperti seorang petani. Dimana petani
tersebut harus menuntun benih yang ada sesuai dengan jenis benih tersebut. Contohnya
ketika petani menanam bibit jagung tentu
ia harus membesarkan dan memeliharnya sesuai dengan cara membesarkan jagung untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Tentu petani tersebut tidak bisa membesarkan benih
jagung layaknya membesarkan benih padi atau membuat benih jagung menghasilkan padi.
Hal ini sejalan dengan pendidik tentu pendidik yang harus mampu memberikan
tuntunan sesuai dengan karakteristik anak-anak yang berbeda, berbeda
individunya tentu berbeda pula tuntunan yang diberikan. Selain itu pemberian
tuntunan juga dapat disesuaikan dengan sosiokultur yang ada pada lingkungan siswa.
Pada akhirnya pemberian tuntunan ini akan membentuk budipekerti anak yang baik.
Demikianlah hal baru yang saya peroleh setelah mempelajari pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan. Hal ini membuat saya menemukan bahwa pendidikan sejatinya adalah pemberian tuntunan sesuai dengan kodrat anak. Adapun hal yang dapat saya lakukan dalam membenahi pembelajaran yang saya lakukan yaitu memperhatikan tuntunan sesuai karakteristik siswa saya, menemukenali sosiokultur yang dapat saya pergunakan dalam menebalkan laku murid, dan memfasilitasi pembelajaran yang merdeka dan bermain bagi siswa saya. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi bapak/ibu guru hebat. salam dan bahagia